Kisah Sufi Rabi’ah binti Ismail As-Syamiyah
Sufi wanita yang satu ini adalah sufi wanita yang dapat di
jadikan contoh oleh para muslimah tentang bagaimana menjadi seorang istri
sholihah bagi suaminya. Ia pernah berkata kepada suaminya yang sedang diliputi
perasaan duka dan sedih dengan perkataan yang menghibur, “Kalau yang kamu
sedihkan berhubungan dengan urusan akhirat, sesungguhnya hal itu sangat
menguntungkan bagimu, tetapi jika yang kau sedihkan berhubungan dengan urusan
dunia, sama sekali aku tidak membebanimu dengan perkara yang berat”.
Tidak sampai disini teladan yang baik sebagai istri yang
sholihah diperlihatkannya. Dalam kisah yang lain, di sebutkan bahwa Abu Husain
Ahmad bin Abu Hawari mempunyai istri lain selain Rabi’ah binti Ismail
As-Syamiyah. Suatu ketika Rabi’ah memasak makanan yang enak. Masakan itu di
beri campuran aroma yang harum. Setelah masak dan menyantap makanan itu,
Rabi’ah berkata pada suaminya: “Pergilah kamu ke istri yang lain dengan tenaga
yang baru”.
Rabi’ah yang satu ini memang mirip dengan Rabi’ah al
Adawiyah yang berdomisili di bashrah. Rabi’ah Asy Syamiyah ini setelah
menunaikan shalat ‘Isya ia berdandan lengkap dengan busananya. Setelah itu baru
mendekati tempat tidur suaminya. Ia tawarkan pada suaminya, “Apakah malam ini
kamu membutuhkan kehadiranku atau tidak”.
Baca juga: Kisah teladan semut memadamkan api namrudz
Jika suaminya sedang berhasrat untuk menggaulinya, maka ia
melayaninya hingga puas. Kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat
menggaulinya, maka ia menukar pakaian yang ia kenakan tadi dan berganti dengan
pakaian lain yang digunakan untuk beribadah. Malam itu ia tenggelam di tempat
shalatnya hingga subuh. Rabi’ah binti Isma’il Asy Syamiyah bersuamikan Ahmad
bin Abu Huwari itu memang dikehendaki Rabi’ah sendiri. Ia pula yang
pertama-tama melamar syeikh Ahmad supaya berkenan memperistri dirinya.
Kisahnya bermula dari kematian suami Rabi’ah binti Ismail
Asy-Syamiyah yang meninggalkan harta warisan yang sangat besar. Ia kesulitan
menafkahkan harta itu,mengingat ia seorang wanita yang terbatas gerakannya.
Maka ia bermaksud melamar syeikh Ahmad, dengan tujuan agar dapat menasarufkan
(menghibahkan) hartanya demi kepentingan Islam dan diberikan kepada orang orang
yang membutuhkan. Yang demikian itu karena Rabi’ah binti Ismail memandang
syeikh Ahmad sebagai orang yang dapat menjalankan amanat, sedang Rabi’ah
sendiri seorang yang adil.
Ketika mendapat lamaran dari Rabi’ah.
Syeikh Ahmad berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku tidak
berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasi untuk beribadah”.
Rabi’ah menjawab, “Syeikh Ahmad, sesungguhnya konsentrasiku
dalam beribadah adalah lebih tinggi dari pada kamu. Aku sendiri sudah
memutuskan untuk tidak menikah lagi. Tetapi tujuanku menikah kali ini tidak
lain adalah agar dapat menasarufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada
saudara-saudara yang muslim dan untuk kepentingan Islam sendiri. Akupun
mengerti bahwa engkau itu orang yang shalih, tapi justru dengan begitu aku akan
memperoleh keridhaan dari Allah”.
Syeikh Ahmad berkata, “Baiklah, tapi aku minta waktu, Aku
hendak meminta izin dari Guruku”. Lalu syeikh Ahmad menghadap gurunya, yakni
Syeikh Abu Sulaiman Ad Darani. Sebab gurunya itu dulu pernah melarang dirinya
untuk menikah lagi. Katanya: “Setiap orang yang menikah, sedikit atau banyak
pasti akan terjadi perubahan atas dirinya”. Tetapi setelah Abu Sulaiman
mendapat penjelasan dari muridnya mengenai rencana Rabi’ah, ia berkata: “Kalau
begitu nikahilah Ia. Karena perempuan itu seorang wali”.
Rabi’ah binti Ismail Asy-Syamiyyah adalah sufi wanita yang
berjaga sepanjang malam untuk beribadah dan berpuasa pada siang harinya. Ketika
ia mendengar panggilan untuk beribadah shalat, ia menyamakan panggilan itu
dengan tiupan terompet malaikat Isrofil tanda kiamat besar terjadi. Bila cuaca
sedang panas, maka ia menyamakannya dengan panasnya neraka.
Suaminya ibn Abi Al-Hawari termasuk sebagai suami yang
pengertian. Dia memberitahukan padanya bahwa dia mencintainya sebagaimana ia
mencintai saudara laki-lakinya. Ini bermakna bahwa dia tidak memerlukan
kebutuhan yang bersifat fisik dari suaminya. Dia juga mengatakan bahwa
seseorang yang tenggelam dalam beribadah, Allah akan membuka tabir kesalahannya
sebelumnya dan ketika seseorang mengetahuinya maka ia tidak memiliki perhatian
terhadap masalah yang lain.
Dia merasa heran bahwa ia dapat melihat jin dan bidadari
yang seseorang tidak dapat melihatnya dalam keadaan normal.
Cinta Dan Rasa Takut Robi’ah as Syamiyah
Ahmad bin Abu Hawari mengatakan bahwa istrinya adalah
seorang wanita yang pikirannya saling mengalahkan antara dua hal. Terkadang dia
tampak dipengaruhi oleh cinta sementara di suatu waktu dia dipengaruhi oleh
ketakutan.
Ketika dipengaruhi cinta, dia akan membacakan puisi cinta
seperti :”Dia adalah teman yang tiada bandingannya, Kasih-Nya menempati seluruh
hatiku. Teman yang membuka penglihatanku tetapi tidak pernah hilang dari hati
dan pikiranku. “
Ketika dia berada dalam pengaruh kasih sayang, dia akan
bergumam sendiri :”Aku telah membuatmu tersangkut dalam hatiku dan berbicara
sendiri dalam pergaulanku. Aku sendiri adalah untuk hidupku dan hati adalah
tempat bagi teman yang sesungguhnya. “
Ketika dalam pengaruh ketakutan, dia akan berkata :”Aku
memiliki ketentuan atas perjalananan yang kurang dari cukup. Haruskan aku
mencoba lebih sedikit atau lebih banyak mengatur perjalanan. Akankah aku akan
dibakar oleh api nerakaMu, manakah yang paling aku suka. Kemudian dimanakan
akan aku letakkan rasa harap dan takut ?”.
Baca juga: Syafaat Udzma milik Nabi Muhammad
Ahmad bercerita bahwa dia berkata pada istrinya : “Aku tidak
pernah melihat orang yang berdoa yang seperti itu dan shalat tahajjud sepanjang
malam".
”Kemuliaan hanya untuk Allah. Seseorang yang berkata
sebagaimana kamu berbicara. Aku bangkit untuk beribadah diakhir malam ketika
aku di panggil.“ Jawab Robi'ah as syamiyah.
Lebih lanjut, Ahmad berkata, “Suatu hari, aku akan makan
pada saat melakukan ibadah ketika dia mulai menasehatiku. Aku berkata, “Biarkan
aku makan terlebih dahulu. Dia berkata bahwa berbicara tentang akhirat
seharusnya tidak mengganggu orang-orang seperti kita. Kemudian ia berkata bahwa
setelah dia melihatku sebagai saudara bukan sebagai seorang suami, segera
melayaniku secara khusus untuk mempersiapkan piring.
Dia pernah berkata bahwa ia dapat melihat jin dan bidadari.
Kisah teladan berikut ini di nukil dari kitab Syarah 'Uqudullujain Fi Bayani Huquqi az-Zaujain
Sumber: Piss-ktb
ConversionConversion EmoticonEmoticon