SYAFAAT. Pengertian, Dalil, dan Macamnya
Syafaat (pertolongan)
Sebagian dari
keyakinan ahlussunnah wal jamaah adalah meyakini adanya syafaat kelak di
akhirat, syafaat yang bisa menyelamatkan para pelaku dosa untuk dikeluarkan
dari neraka, syafaat yang bisa mengantarkan mereka masuk kedalam surgaNya,
syafaat dari orang-orang yang bisa memberi syafaat terutama syafaat dari nabi
Muhammad SAW.
Syafaat secara
bahasa adalah Sualu al-khairi min al-ghairi li al-ghairi (meminta
kebaikan dari orang lain untuk orang lain), dengan artian syafaat adalah pertolongan
bagi para pendosa kelak di akhirat sebagai jalan terakhir bagi mereka untuk
masuk surga.
Pembahasan
syafaat hampir mirip dengan tawassul, karna keduanya sama-sama media dalam
berdoa. perbedaan dari keduanya hanya dalam segi cara, yaitu kalau dalam tawassul
kita berdoa kepada Allah dengan menyebut nama Nabi atau Auliya’ sebagai
perantara, maka di dalam syafaat kita langsung meminta kepada yang terkait
untuk mendoakan kita kepada Allah. Bisa kita lihat bagaimana para manusia
berdesakan meminta syafaat kepada nabi mereka dalam hadits syafaat yang
masyhur.
Baca juga: inilah alasan kenapa sifat 20 bukan 99
Macam-macam
syafaat
Selain Rasul dan
Nabi, Allah juga memberikan izin kepada para mukminin untuk memberikan syafaat
kepada manusia lain. Hanya saja ada batas-batas tertentu, beda dengan syafaaat
Udzma milik Rasulullah yang menyeluruh, yang tidak hanya mencakup terhadap
ummatnya, akan tetapi seluruh ummat beriman dari ummat nabi-nabi terdahulu.
Berikut adlah
sebagian macam-macam syafaat:
1.
Syafaat Udzma
2.
Syafaat yang diberikan para malaikat
3.
Syafaat yang diberikan nabi-nabi
4.
Syafaat yang diberikan para Sholihin
5.
Syafaat yang diberikan para Auliya
6.
Syafaat yang diberikan Mu’minin
7.
Syafaat yang diberikan al-Qur’an
8.
Syafaat yang diberikan Balita kepada orang tuanya
9.
Dan masih banyak lagi
وأخرج الترمذي وحسنه والبيهقي عن أبي سعيد الخدري – رضي
الله عنه – قال :قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم : إن من أمتي لرجالا يشفع
الرجل منهم في الفئام من الناس فيدخلون الجنة بشفاعته ، ويشفع الرجل منهم للقبيلة
فيدخلون الجنة بشفاعته ، ويشفع الرجل منهم للرجل وأهل بيته فيدخلون الجنة بشفاعته
Pemahaman
Syafaat
Selain Ahlussunah
ialah Mu’tazilah dan Khawarij yang mengingkari adanya syafaat, meski mereka
sudah habis terkikis masa, pembahasan tentang syafaat tidak berhenti sampai
disitu, karna masih ada sebagian kalangan yang berbeda dalam memahami syafaat,
yaitu wahabi. Mereka berpandangan tidak boleh meminta syafaat kepada nabi di
Dunia, karna syafat adanya nanti di hari kiamat, Padahala sudah jelas dengan
hadits-hadits yang shohih bahwa para shahabat meminta syafaat dan pertolongan
kepada Rasulullah waktu beliau masih hidup. Sebagaimana dalam hadits bahwa para
shahabat meminta syafaat kepada Nabi, akan tetapi beliau tidak melarang dan tidak
berkata “permintaan syafaatmu kepadaku adlah syirik, mintalah kepada Allah,
dan jangan melakukan kesyirikan.”
Imam Ahmad
meriwayatkan dalam kitab Musnad nya
مسند أحمد - (ج 3
/ ص 178)
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ
، حَدَّثَنَا حَرْبُ بْنُ مَيْمُونٍ ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ
: سَأَلْتُ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنْ يَشْفَعَ لِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ، قَالَ : قَالَ : أَنَا فَاعِلٌ
Dan masih banyak
lagi Shahabat yang meminta kepada Rasulullah (bukan langsung kepada Allah),
akan tetapi Rasulullah tidak melarangnya.
Lantas, setelah
memahami tentang keutamaan Nabi yang bisa memberi Syafaat, bagaimana memahami
nash-nash yang mengatakan bahwa “tak akan berguna Syafaat” yang bertebaran
dalam al-Qur’an. Seperti:
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ
شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ
يُنْصَرُونَ (48) [البقرة/48]
وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا
شَفَاعَةٌ [البقرة/123]
قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ [الزمر/44]
Ayat-ayat diatas
tidak mengindikasikan akan larangan meminta syafaat kepada selain Allah, akan
tetapi dalam ayat tersebut Allah menjelaskan akan ketertentuan Allah terhadap
sesuatu yang memang menjadi milikNya yaitu Syafaat, dan Allahlah pelaku yang
sebenarnya dalam Syafaat. Namun tidak menutup kemungkinan Allah memberikan hal
tersebut kepada orang yang Ia kehendaki, karna Allahlah Raja diraja yang
memberikan kerajaan kepada yang Ia kehendaki dan melepas kerajaan dari yang Ia
kehendaki.
قل اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ
مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ [آل عمران/26]
Wahabi juga
berpendapat bahwa tidak boleh meminta syafaat kepada nabi ketika beliau sudah
wafat, karna jika memang dengan dalil ini nyata akan bolehnya meminta syafaat
kepada nabi, maka itu hanya boleh pada waktu beliau masih hidup, ketika beliau
sudah wafat maka bisa menyebabkan kufur, atau syirik
Padahal, jika
sudah tetap tentang dalil diperbolehkannya meminta syafaat,meminta pertolongan,
istighatsah, dan tawassul, maka tidak ada beda antara masih belum
tercipta (seperti nabi Adam bertawassul kepada Nabi Muhammad agar diampuni),
waktu beliau masih hidup, dan setelah wafat.
Karna jika itu memang pekerjaan
jelek, kufur, atau bahkan syirik, maka itu akan selalu dilarang dalam setiap
keadaan, karna Allah sangat melarang akan perbuatan syirik sampai kapanpun.
Mereka juga
berpendapat bahwa orang yang sudah mati tidak bisa melakukan apapun, jangnakan
menolong orang lain, menolong diri sendiripun mereka tidak bisa.
Namun, lagi-lagi
pendapat mereka tidak bisa dipertanggung jawabkan, karna dalam Hadits disebukan
suatu ketika Rasulullah memanggil di hari badr, Sahabat berkata: “bukankah
mereka sudah mati? Nabi menjawab: “demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaannya
sebenarnya mereka mendengar perkataanku
كنز العمال - (ج 10 / ص 695)
عن ابن عمر قال : وقف رسول
الله صلى الله عليه و سلم على القليب يوم بدر فقال : يا عتبة بن ربيعة ويا شيبة بن
ربيعة ويا أبا جهل بن هشام يا فلان يا فلان قد وجدنا ما وعدنا ربنا حقا فهل وجدتم ما
وعد ربكم حقا ؟ قالوا : أليسوا أمواتا ؟ قال : والذي نفسي بيده إنهم ليسمعون قولي الآن
كما تسمعون ما أنتم بأسمع لما أقول منهم
( ش ) وابن جرير
Dalam al-Qur’an juga disebutkan bahwa para Syuhada’ tidaklah mati di
sisi Allah:
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ [البقرة/154]
Kalau setingkat syuhada’ saja mempunyai keutamaan seperti ini, maka
bagaimana dengan para anbiya’ dan as-Shalihin yang bukan dalam kategori
syuhada’ seperti para pembesar Shahabat dan Auliya’ Allah yang lebih utama dari
para syuhada.
Orang-orang yang sudah meninggal mereka semua bisa merasakan seperti apa
yang dirasakan manusia padaumumnya, mereka mendengar, dan melihat. Bahkan,
mereka lebih peka dari pada orang yang masih hidup, karna mereka sudah terpisah
dari tubuh yang merupakan hijab yang sebangsa tanah, dan sudah lepas dari
syahwat kemanusiaan.
Dalam hadits disebutkan bahwa amal perbuatan kita di tampakkan kepada Nabi
SAW. Jika bagus, maka nabi akan memuji kepada Allah. Dan jika jelek, maka nabi
akan beristighfar untuk kita.
Begitu pula dengan para Shalihin Dan Auliya’ mereka mendengar para
peziarah, ketika peziarah meminta pertolongan kepada mereka, mereka akan
mendoakan kepada Allah, karna sejatinya mereka masih hidup di alam yang lain. Juga
dalam hadits disebutkan bahwa arwah mendoakan kepada kerabatnya
مسند أحمد - الرسالة - (ج 20 / ص 114)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَمَّنْ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنْ
الْأَمْوَاتِ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ
قَالُوا اللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا
الروح - (ج 1 / ص 7)
قال عبد الله بن المبارك حدثنى ثور بن يزيد عن ابراهيم
عن أبى أيوب قال تعرض أعمال الأحياء على الموتى فإذا رأوا حسنا فرحوا واستبشروا وإن
رأوا سوءا قالوا اللهم راجع به
Baca juga: asal usul ahlussunnah wal jamaah
Kesimpulannya
Pada kenyataannya hanya Allahlah yang memberi pertolongan, syafaat, dan
permintaan. Jika ada orang yang meminta, Istighatsah, dan minta Syafaat kepada
makhluk, dengan keyakinan bahwa makhluk itu yang memberi manfaat dan mudlarrat,
maka jangankan kepada Auliya’ yang sudah wafat, kepada sesama manusia biasa
yang masih hidup pun, dia akan berdosa dan dihukumi syirik, Na’udzubillah
Dengan dalil-dalil yang sudah ada, kita diperbolehkan bertawassul, Istighatsah,
dan minta Syafaat, kepada para kekasih Allah, dengan tetap
berkeyakinan Allah lah yang maha memberi, sedangkan mereka hanyalah media dan
penyebab doa kita diterima oleh Allah.
Jika ada orang yang bertawassul atau meminta disamping orang shalih untuk
diterima hajatnya maka seakan-akan dia berdoa kepada Allah “ya Allah aku
sebagian dari orang yang mencintainya (kekasihmu), maka ampuni aku, rahmati aku
karnanya.”
1 komentar:
Click here for komentarApakah ada nas yang menjelaskan bahwa para sahabat bertawassul kepada Rasulullah, setelah beliau wafat...?
Kemudian bertawassul kepada orang yang dianggap Sholeh, setelah dia wafat,... kemudian membawakan dalil, bahwa mereka hidup,,,itu Rosululallah sendiri yang diberikan keutamaan oleh Allah untuk mengetahui nya,,, adapun selain Rosululallah, siapa yang bisa mbuktikan kalau orang yang sudah mati bisa mendengar dan mengabulkan doa...
ConversionConversion EmoticonEmoticon